BAB I
PENDAHULUAN
Agama merupakan suatu sistem keyakinan yang dianut melalui
tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam
menginterpretasi dan memberi tanggapan terhadap apa yang dirasakan dan diyakini
sebagai yang gaib dan suci. Bagi para penganutnya, agama berisikan
ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi
manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan di akhirat.
Karena itu pula agama dapat menjadi bagian dan inti dari sistem-sistem nilai
yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat yang bersangkutan, dan menjadi
pendorong serta pengontrol bagi tindakan-tindakan para anggota masyarakat
tersebut untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan
ajaran-ajaran agamanya. Di dunia ini setidaknya ada 14 agama yang telah dikenal
secara umum, yaitu: agama Hindu, Buddha, Jain, Tao, Konghucu, Zoroaster,
Shinto, Yahudi, Kristen, Islam, Sikh, dan Baha’i.
Ragam agama dan madzhab itu laksana ratusan sungai yang mengalir
dari berbagai penjuru arah, melewati berbagai daratan, lembah, dan pegunungan
yang berbeda-beda , namun muaranya satu yakni samudra. Bila kita dekati setiap
sungai jumlahnya bahkan mencapai ribuan, kita akan menemukan keunikan dan
karakter tersendiri. Masing-masing sungai itu memiliki nama, kedalaman, panjang
dan wilayah sendiri.
Berbincang mengenai Yahudi ialah sebuah istilah yang sedikit rancu
sebab bisa merujuk kepada sebuah agama atau suku bangsa. Jika dilihat
berdasarkan agama, istilah ini merujuk kepada umat agama Yahudi, tidak peduli
apakah mereka keturunan Yahudi atau tidak. Berdasarkan etnisitas, kata ini
merujuk kepada keturunan Ya’qub, anak Ishaq, anak Abraham (Ibrahim) dan Sarah.
Etnik Yahudi juga termasuk Yahudi yang tidak memegang kepada agama Yahudi
tetapi beridentitas Yahudi dari segi tradisi.
Agama Yahudi ialah kombinasi antara agama dan suku bangsa. Hal-hal
yang terkait agama Yahudi akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
Kepercayaan semata-mata dalam agama Yahudi tidak menjadikan seseorang menjadi
Yahudi. Disamping itu, dengan tidak memegang kepada prinsip-prinsip agama
Yahudi tidak menjadikan seorang Yahudi kehilangan status Yahudinya ini.Pada
akhir abad ke-20, dua kumpulan Yahudi (terutama di Amerika Serikat) yang
liberal dari segi teologi, Yahudi Reformasi dan Yahudi Rekonstruksi telah
membenarkan orang yang tidak memenuhi kriteria tersebut untuk menyebut diri
mereka sebagai Yahudi. Mereka tidak lagi mewajibkan orang memeluk agama
tersebut demi memenuhi adat istiadat pemelukan tradisional, dan mereka
menganggap seseorang sebagai Yahudi jika ibu mereka bukan Yahudi, asalkan
berayah Yahudi.